Coba angkat tangannya, bila kalian sudah tahu, hendak jadi apa kalian bila sudah dewasa nanti, apa cita-cita kalian?” seorang guru memberikan instruksi pada anak didiknya yang di hari peringatan Ibu Kartini mengenakan pakaian Nasional yang lucu-lucu, dengan gaya dan polah tingkah masing-masing.
Setelah menunggu beberapa saat, seorang anak perempuan mengacungkan jarinya, dan dia akhirnya mendapat hadiah pertama karena keberaniannya dan jawaban yang ‘tidak biasa’ untuk anak seusianya. Jawaban sang anak tersebut membuat penonton yang rata-rata adalah ibu-ibu yang diundang dalam sebuah acara perayaan hari Ibu Kartini di sekolah terharu.
Hadiah didapatkan sang anak karena jawabannya yang apa adanya, panjang dan lugas, berani mengutarakan keadaan yang sebenarnya dia lihat, dan anak perempuan itu adalah anak pertama yang berani maju ke depan untuk ungkapkan cita-citanya, yang sederhana namun mulia.
“Aku ingin menjadi Ibu Rumah Tangga, cita-citaku menjadi Ibu Rumah Tangga yang pandai namun tidak lelah mengurus rumah tangga, karena semua kukerjakan dengan remote control. Aku ingin seperti Ibu. Tetapi Ibu yang tidak marah-marah.”
Jawaban yang lugu, khas anak-anak membuat sang Ibu terharu, Yaa, aku ingin seperti Ibu, namun tidak marah-marah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tidak merasa lelah dan mengeluh.
Semua nampak mudah bila ada pembantu, dan pembantu yang cerdas namun jangan terlalu cerdas yang membuat kita tidak capek, karena bantahannya yang juga cerdas. Enaknya menjadi Ibu Rumah Tangga bila sang pembantu mengerti maunya dan bila mengerjakan semuanya.
Namun ada sebagian Ibu Rumah Tangga yang tidak suka ada pembantu, barang suka hilang, bukan dicuri namun nyelip dimana-mana, pakaian sering tertukar dan masuk lemari yang lain. Juga kecerobohan lainnya seperti membuat wajan dan alat-alat memasak jadi rusak, “mahal kan harganya…aku beli ketika ada promo,” begitu biasanya Ibu menegur pembantu rumah.
Dan akhirnya ketidaksabaran pada sang pembantu membuat Ibu Rumah Tangga tersebut memilih tidak punya pembantu saja dan mengurus, mengatur serta membersihkan rumah sendiri. Jadi dibalik keteraturan dan kerja rumah tangga yang tidak ada habisnya, maka kelelahan menjadi hal yang biasa, dan kemarahan karena datanganya anak-anak yang dalam sekejab menumpahkan apa saja diatas lantai yang baru disapu dan dipel sampai bersih. Remote control TV yang hilang dibawah sofa, kabel-kabel yang berserakan, piring-piring cucian yang menumpuk, membuat sang Ibu menjadi lebih cepat marah, karena lelah dan lelah.
Namun Ibu Rumah Tangga adalah pekerjaan mulia, di Australia, bagi Ibu Rumah Tangga mereka dianggap berkarir juga, yaa karirnya di rumah, maka mereka mendapat gaji dari pemerintah, mengasuh anakpun adalah pekerjaan dan mereka dapat gaji dari pemerintah sesuai dengan jumlah anak yang dilahirkan dan dirawat. Semakin banyak anaknya semakin banyak tunjangan dari pemerintah, bahkan ada seorang Ibu Rumah Tangga dengan 7 anak di Australia, gajinya sebagai Ibu Rumah Tangga lebih tinggi dari pada suaminya seorang manajer biasa.
Ibu Rumah Tangga pekerjaan yang sebetulnya diwajibkan dalam al-qur’an; “Dan hendaklah kamu (wanita) tetap di rumahmu.” (QS. Al-Ahzab [33] : 33).
Setiap kita adalah pemimpin, baik pemimpin untuk diri sendiri maupun tugas memimpin sebagai Ibu rumah tangga, dan akan dimintai pertanggungjawaban bagi apa yang dipimpinnya.
Ibu Rumah Tangga pekerjaan yang bisa dilakukan wanita mana saja, gelarnya sederhana namun mulia, maka janganlah kita ungkapkan lagi kalimat; “ah, saya hanya Ibu Rumah Tangga” dengan rasa malu dan tidak percaya diri. KITA HARUS BANGGA, jadi IBU RUMAH TANGGA.
Sumber : www.eramuslim.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar