Sumber foto: www.amanah-muslim.blogspot.com
Ibrahim ‘alaihissalaam. Siapa yang tidak kenal dia? Seorang nabi yang diperintah Allah dalam mimpinya untuk menyembelih putranya Ismail yang kemudian diganti dengan domba dan kisahnya dijadikan hikmah sepanjang zaman, mendasari momentum Idul Adha yang dirayakan seluruh ummat muslim di belahan dunia manapun. Namun, apa hanya sekedar itu kita mengenal sosok Ibrahim?
Ibrahim, hamba mulia yang namanya disebut hingga 69 kali di dalam kitab Al Qur’an. Ibrahim, sosok pelopor perubahan, Bapak Perubahan, yang memberikan contoh nyata bagaimana makna berhijrah dari kejahiliyahan di masa lampau menuju mardhotillah, dan ia benar-benar berfikir siang dan malam merenungi Tuhannya hingga ia dipilih Allah sebagai bagian dari penerus generasi para Nabi yang keturunannya juga banyak menjadi Nabi. Sebutlah Ismail as, Ishaq as, Ya’qub as, Musa as, Harun as, Daud as, Sulaiman as, Zakaria as, Yunus as, Isa as, dan Muhammad Saw. Subhanallah, betapa banyak generasi keluarga Ibrahim yang memiliki kontribusi dahsyat dalam tegaknya dinul Islam. Ibrahim, dijuluki uswatun hasanah sebanyak dua kali di dalam Al Qur’an, yakni di surah Mumtahanah ayat 4 dan 6 yang berbunyi “Qad kaanat lakum uswatun hasanatun fii ibrahiima walladziina ma’ahu” yang artinya “Sungguh telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya”. Sebutan ini melebihi jumlah sebutan uswatun hasanah pada Rasulullah yang terdapat di surah Al Ahzab ayat 21. Allah Swt pun memberikan tempat istimewa bagi Ibrahim, yakni sebuah surah dengan nama Ibrahim, selain itu disebutkan juga kata “millata Ibrahiim” yang berarti agama Ibrahim di dalam Al Qur’an sebanyak 9 kali. Masih tentang Ibrahim, dipandang tidak sempurna sebuah shalawat yang dihaturkan kepada Rasulullah jika tanpa menyebut nama Ibrahim. Bahkan, ummat Islam yang pada hari ini menunaikan ibadah haji dan umroh di tanah suci juga menapak tilasi perjuangan Ibrahim as.
Allah Swt dalam firmannya di surah An Nahl ayat 120-122 menjelaskan bahwa ada empat karakter Ibrahim yang begitu mulia sehingga menjadikannya istimewa di hadapan Allah. Disebutkan, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah), dia mensyukuri nikmat-nikmatNya. Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shaleh.”
Mari coba kita bedah ayat-ayat ini. Karakter Ibrahim yang pertama, “أُمَّةً كَانَ إِبْرَاهِيمَ إِنَّ”, disini dipilih diksi al ummah karena Ibrahim itu meskipun ia hanya seorang tapi ia seperti sekumpulan banyak orang dalam sebuah pribadi. Selain itu, disebut al ummah karena ia mengajarkan kebaikan-kebaikan sehingga sampai hari ini pun ia banyak diikuti oleh orang-orang di seluruh dunia. Kebaikan-kebaikan Ibrahim itu adalah kumpulan investasi. Ia menjadikan istrinya, anaknya dan seluruh yang ia punyai sebagai sarana mengajarkan kebaikan yang banyak. Kita faham bahwa dengan mengajarkan kebaikan kepada orang lain maka kita akan mendapatkan pahala yang sama yang akan menjadi investasi dunia akhirat. Salah satu investasi dari prestasi keluarga Ibrahim terdahsyat adalah sumur zam-zam, sumur yang tidak kering mata airnya, yang digunakan oleh seluruh jamaah haji dari jaman dahulu hingga kini lebih dari beberapa ribu tahun. Bahkan kini, tak perlu menjadi jamaah haji pun kita dapat menikmati nikmatnya air zam-zam dari tanah air di toko-toko Arab atau penyedia perlengkapan haji. Prestasi Keluarga Ibrahim yang lain adalah pondasi Ka’bah. Sungguh beruntung Negara Arab Saudi yang memiliki Baitullah, karena ia juga tak pernah dijajah dan menjadi kaya-raya di negeri gurun yang tandus dan susah untuk digunakan sebagai lahan pertanian, bahkan permukiman. Prestasi ketiga keluarga Ibrahim adalah tentang Qurban, yang sebentar lagi juga akan kita nikmati. Dengan adanya prestasi itu, manusia-manusia berikutnya menjadi ahli-ahli peternakan, mempelajari tentang ternak, dan itu sungguh memberikan kebermanfaatan luar biasa bagi manusia. Pertanyaannya, sejauh mana kemudian prestasi yang kita miliki hari ini kemudian mampu menjadi investasi yang menularkan kebermanfataan dalam balut keberkahan kepada orang lain, tidak muluk-muluk seluruh ummat, tapi mulai dari lingkup terkecil di sekitar kita?
Karakter kedua Nabi Ibrahim adalah “لِلَّهِ قَانِتًا” yang artinya selalu melaksanakan perintah Allah. Dalam keadaan rasional ataupun tidak, mungkin ataupun tidak, ketaatan Ibrahim tidak goyah sedikitpun. Sedikit kisah tentang perjalanan Ibrahim dan keluarganya. Ibrahim lahir di ‘Ur, Babylonia, Irak. Kemudian ia hijrah ke Palestina, bersama istri pertama menanti 90-100 tahun berharap memiliki anak. Hingga istrinya justru memberikan ijin kepadanya untuk menikahi Siti Hajar. Setelah menikah, ia hijrah dengan Hajar menuju Mekkah, dan memiliki putra, yakni Ismail. Ketika di tengah padang pasir, Ibrahim pergi dan Hajar bertanya padanya, “Hai Ibrahim, mau kemana engkau?” Ibrahim tidak menjawab. Hajar bertanya berulang kali. Ia menanyakan, “Kau tinggalkan kami di sini?” Ibrahim pun masih terus pergi tidak menjawab. Hingga Ibunda Hajar bertanya lagi, “Apa Allah yang menyuruhmu?” Nabi Ibrahim menjawab, “Na’am”. Lalu, bunda Hajar mengatakan, “Baiklah, kalau begitu. InsyaAllah, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Subhanallah, bayangkan jika itu terjadi pada kita. Mungkinkah hanya berbekal ath-tha’ah kepada Allah kita kemudian mengembalikan semua kepadaNya? Kemudian, di cuplikan kisah berikutnya, Ibrahim pergi ke istri pertama. Setelah Ismail sudah agak besar, dengan kerinduan yang kuat kepada Ismail, ia kembali pada istri yang kedua. Akan tetapi, pada saat itu muncul perintah Allah yang luar biasa tentang mimpi menyembelih Ismail. Antum bisa membayangkan, ketika kerinduan antum memuncak pada orang-orang yang antum sayangi, bagaimana jika kemudian Allah memberikan perintah seperti kepada nabi Ibrahim? Sanggupkah kita sami’na wa atha’na?
Karakter Ibrahim yang ketiga adalah “الْمُشْرِكِينَ مِنَ يَكُ وَلَمْ حَنِيفًا”, bahwa Ibrahim adalah orang yang lurus dan bukan tergolong orang musyrik. Antum ingat kisah shafa dan marwa? Ketika ibunda Hajar berlari-lari kecil diantara keduanya, doa apa yang selalu dipanjatkan, dan hanya itu satu-satunya doa yang dipakai sa’I hingga hari ini?“Laa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku wahuwa ‘ala kulli syai in qadiir”. Pelajaran tauhid pertama. Itulah sebabnya nabi Ibrahim juga disebut sebagai Bapak tauhid. Dan doa ini merupakan doa yang afdhal dari masa Rasulullah dan sebelum Rasulullah untuk merasakan keimanan yang nyata.
Karakter Ibrahim yang keempat adalah “syaakiran lian’umihi” yakni seseorang yang bersyukur atas nikmatNya. Subhanallah… bagaimana dengan kita? Sudahkah kita jadi hamba yang bersyukur? Bahkan Rasulullah pun ketika ditanya saat sholat hingga kakinya bengkak, “Ya Rasul, bukankah engkau itu ma’sum, lalu mengapa terus beribadah tiada henti kepada Allah?” dengan santai Rasul menjawab, “Bukankah seharusnya aku menjadi hamba yang bersyukur?”. Dengan keempat karakter itu, Ibrahim dipilih sebagai wali Allah. “Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang shaleh”. Salah satu doa nabi Ibrahim yang diabadikan di dalam Al Qur’an di surah al Baqarah:129, yakni “Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan kitab dan hikmah kepada mereka dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkau Yang Maha perkasa, Maha Bijaksana.” Kemudian doa itu dijawab oleh Allah di surah Ali Imron:164, yang artinya “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang beriman ketika (Allah) mengutus seorang rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al Quran) dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata. ”Subhanallah, janji Allah itu pasti, 2000 tahun kemudian, lahirlah Rasulullah dari keturunan Ismail as sesuai dengan request Nabi Ibrahim, doa Nabi Ibrahim kepada Allah Ta’ala.
Bagaimana saudaraku, sudah siap mengukir prestasi seperti Nabi Ibrahim dan keluarganya? Sudah siap berinvestasi jangka panjang hingga yaumil akhir? Wahai ikhwah, bersatulah, ukir prestasimu, berikan kebermanfaatanmu, untuk Islam, bangsa, dan keluarga kita tercinta! Allahu akbar..
Sumber:
http://www.bersamadakwah.com/2012/06/belajar-dari-prestasi-keluarga-ibrahim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar